Jumat, 26 Oktober 2007 di 19.43 | 0 komentar

TELAT
(gara-gara si black)
Karya: Sugihartono

Pagi itu.
Di kamar lantai dua paling ujung.
“Woa....hmmm”.
Dengan mata yang masih tertutup rapat. Idho menguap sambil manggeliat alias mulet sejadi-jadinya. Sekedar tau aja, tu jigong banyak banget nempel di bantal ma guling. Maklum Idho kalau tidur mah gak bisa mingkem. Maka dari itu mami jarang banget kasi bedcover warna terang, kalau iya bakal tampak gugusan pulau-pulau aneh .
Melek, ngumpulin nyawa sejenak. Sesaat kemudian matanya melirik ke dinding warna biru gelap di sebelah barat. “Buset, jam enem...!!!”
Segera ia menyambar handphone di bawah bantal. “Pantesan bisu..... low bat”, gerutu dalam hatinya.
Tak perlu waktu lama, ia berasa lebih segar (keliatan dari rambutnya yang basah). Baju seragam putih abu-abu siap dikenakan. Tapi sebelumnya, deodorant dulu donk, biar gak burket . Sisiran sebentar, siap brangkat.
*****
Di meja makan, mami, ayah dan dimas masih sarapan.
“Tumben Dho, nasgorsin ala mami didiemin anteng?”, mami nanya.
Tau nasgorsin gak? He..he.. nasgorsin tuh nasi goreng ikan asin, favorit Idho bangetttzzzz.
“Kesiangan mam, takut telat. Simpen aja, ntar pulang Idho makan dah.”
“Ya wis, mami simpen. Tapi gak jamin kalo ntar ada yang makan.”
“Lumayan, jatah si meong.”, pikir Dimas adik Idho yang super gendut. Gimana gak gendut, umurnya baru tujuh taon tapi beratnya hampir 25 kilo.
Gradakkk......... Idho ngebuka pintu garasi
Saat siap mau brangkat, “Come on, ....... dah siang nih!!”
Kayanya si black gak bisa diajak bersahabat pagi ini. Masuk angin mungkin, semalem papi ajak si black ke market blok depan. Nah pas pulang, hujan gedenya minta ampuuunn.
“Ayo black, smangat.....!!!!”, seru Idho.
Kaki Idho tak henti-hentinya menggenjot pedal starter, tangan kanannya tak lepas dari gas. Sekalinya bunyi, mati. Bunyi lagi, mati lagi. Terus-terusan seperti itu.
Merasa capek, akhirnya ia masuk lagi ke dalam rumah.
Menuju dapur.
“Mam, minum donk!”, pinta Idho lemas.
“Koq belum brangkat?”, mami heran.
“Black mogok lagi mam.”
“Makanya jadi orang jangan males-males ke bengkel. Rawat tuh si black.”
“Ya deh mam, kapan-kapan.”
Tanpa sepengetahuan Idho, Ayah mengutak-atik sedikit si Black.
Sesaat kemudian,
Brrrrrr.........brrrmmmmm
“Kaya si black tuh.”, gumam Idho.
Di garasi masih terlihat ayah lagi ngelap jemarinya dengan kain lap.
“Sori ya, si black masuk angin gara-gara ayah.”
“Ntar deh yah, udah siang. Brangkat dulu.” Secepat kilat Idho memacu motornya.
“Hati-hati.”, teriak ayah diikuti dengan doa dalam hatinya semoga anaknya selamat sampai tujuan.
*****
Pintu gerbang hanya tinggal setengah terbuka. Itu tandanya jam pelajaran pertama sudah mulai. Dengan kata lain, terlambatlah Idho hari ini.
Di pintu masuk dekat parkiran, berdirilah seorang pak Wito. He..he.. lagi memberi siraman rohani pagi hari. Ada mungkin sekitar satu lusin anak yang telat. Sekedar tahu aja pak Wito adalah guru yang terkenal paling anti dan suwebell liat anak telat atau yang seliweran pas pergantian jam.
Black sudah terparkir rapi tapi tak bernaung di bawah wit sono seperti biasanya. Maklum he is late. Tanpa ba-bi-bu Idho masuk ke barisan.
“Tu, wa, ga, pat, ma, nam, ju, pan, lan, lu, las, walas. Waduh, kenapa tiga belas!”, hitung Idho dalam hati. “Semoga nggak sial nih.”, pikirnya.
Pak Wito menginterogasi satu per satu.
“Kenapa telat?”, tanya pak Wito pada anak kesebelas. Irvan namanya.
“Ketiduran pak.”, jawabnya kalem.
“Tidur jam berapa tadi malam?”
“Jam 2 pagi pak”
“Ngapain? Ikut Ronda?”, ledek pak Wito.
“Biasa pak, nonton Liga Inggris.”
“Seru?”
“Seru banget pak, Manchester menang telak 3-0”, jawabnya bersemangat.
“Nanti malem ada Liga Champion. Berarti besok kamu ketiduran lagi. TELAT LAGI!”, tanya pak Wito agak membentak.
“eeemmmmmmmmmm.........., dijamin pak nggak bakal telat. SUERRRRRR!!, Irvan meyakinkan dan melipat jari jempol, manis serta kelingking membentuk lambang -peace-.
Interogasi terus berlanjut.
“Kamu???”, tunjuk pak Wito ke anak ke duabelas sebelah Idho.
“emmm......... eeee.......Ketiduran juga pak.”, jawabnya keder.
Sepertinya ni anak baru pertama kali telat. Keliatan banget groginya.
“Emang semalem tidur sama siapa, koq ketiduran?”
“Ng..... ng..... nggak sama siapa-siapa pak, sendiri. YAKIN.”, protesnya.
“Cantik-cantik koq ketiduran. Ditiduri sapa kamu?”, selidik pak Wito.
“Beneran pak, nggak sapa siapa-siapa.”
“Lho, tadi kamu bilang ketiduran, kan berarti kamu ditiduri toh?”, goda pak Wito.
“Mblayer nih bapak, aya-aya wae.”, kali ini jawaban diiringi senyum.
Giliran Idho diinterogasi. Sudah lama banget Idho nggak telat. Terakhir kali mungkin 2 tahun lalu pas kelas IX. Itupun nelat, karena ada tugas OSIS.
“Nah, kamu yang terakhir, jangan bilang ketiduran juga. Semua koq alasan ketiduran, gak kreatif!”, tanya pak Wito ke Idho. Usut punya usut ternyata dari siswa ke-2 sampe yang ke selusin jawabannya rata-rata ketiduran. He..he.. , nggak kreatif emang.
Sempet bingung juga mau jawab apa, tapi lha wong telat gara-gara ketiduran. Apa mau dikata.
“Si Black pak, eh.. motor saya pak ngadat masuk angin.”, dengan ringan Idho menjawab sambil garuk-garuk kepala (padahal nggak gatel).
“Rumah kamu jauh?”
“Nggak juga sih pak, Cuma 1 ½ kilo dari sini?”
“!@#$@!#@#.......koq?”
“Sebenernya bangunnya rada kesiangan juga pak.”
“Sama aja, gak kreatif!!Ya wis, sekarang semuanya isi buku terlambat, segera kembali ke barisan lalu bersih-bersih halaman.”, perintah pak Wito.
Bersih-bersih halaman memang sanksi wajib buat mereka yang hadir melebihi jam masuk pelajaran pertama. Bertiga belas mereka ‘mendadak tukang kebun’ (bukan mendadak dangdut lho, beda cerita). 15 menit kemudian, tukang kebun ini diijinkan masuk kelas masing-masing.
Dalam perjalanannya menuju kelas. “Semoga Ajo ma yang lain nggak pada marah.”, harapnya dalam hati.
Sesampainya di kelas. “Permisi pak.”, Idho meminta ijin masuk kelas.
“Tumben telat, Dho’.”
“Maaf, pak.”
“Konsekuensi. Ingat kan.”
“Makasih, pak”
Masih beruntung jam pertama pagi ini, jamnya pak Slamet. Bapaknya anak-anak yang super sabar, ramah, friendly wis pokoknya gue banget. Tapi perjanjian tetap perjanjian. Jika guru yang lain tidak mengijinkan siswa mengikuti pelajaran selama 1 jam. Beda dengan beliau, Pak Slamet hanya meminta siswa untuk bersabar selama 15 menit dan untuk sementara mengikuti pelajaran di sekitar pintu kelas. Baik banget kan.
Sementara itu di dalam, Ajo dan Icha sibuk sendiri. Agak bernapas lega setelah melihat batang hidung Idho. Pun demikian, Icha masih kuatir kalau-kalau nanti Idho belum bisa mendampingi.
“Santai Cha’. Kan ksatria lu dah dateng.”, hibur Ajo.
“Tapi...tapi... giliran kita ntar lagi Jo.”, ujar Icha sambil terus-terusan melihat jam tangannya.
“Santai sis. Liat tuh, doi aja santai banget.”, Ajo menunjuk ke luar pintu.
Saat Icha bingung setengah hidup (setengah mati, bahaya tuh), Idho malah asik duduk bersila di lantai, menyiapkan materi presentasi di ACER-nya. Sesekali ia melongok ke dalam kelas memperhatikan presentasi kelompok lain atau menoleh ke Icha tanda he is fine.
15 menit berlalu.
“Masuk Dho!”, perintah pak Slamet.
Segera ia bangun dari duduk dan menuju bangkunya seraya mengucap, “Makasih pak.”
“Gila Lu men, kelompok kita mau maju bentar lagi.”, ujar Ajo si Londo Jakarte sambil menoyor kepala Idho.
“Santai dong bro, dijamin beres. Percaya ma Gue.”, Idho ngeles.
“Bilang kek kalau mo nelat. Biar kita nggak dag-dig-dug der gini.” Icha si sipit Japanese abiz ikut-ikutan ngomel.
“Sori-sori nggak ada maksud buat nelat. Si black lagi kurang enak badan bos.”
Jelas aja Ajo dan Icha esmosi maksudnya emosi jiwa. Bahan untuk presentasi terutama yang bagian multimedia, Idho yang bawa. Karena sibuk nyiapin bahan inilah Idho lembur sampe pagi dan baru tidur pas subuh. Walhasil telat bangunnya. Pun begitu, Idho yakin bahwa gank-nya pasti puas abis mantengin hasilnya. Dengan hasil diskusi kemaren lusa sebenarnya mereka sudah cukup yakin. Tapi, Idho merasa belum pas, dan tetep nambah detail di sana-sini (namanya juga perfeksionis).
“Masih ada pertanyaan?”, Chandra, penyaji dari kelompok pertama menawarkan kepada teman sekelas.
“NGGAK...... CUKUP............”, jawab sekelas kompak.
“Kenapa? Nggak cukup?”, canda Imel yang duduk disamping Chandra.
“CUKUP-CUKUP. Cukup banget.”, respon anak sekelas.
“Baik, kalau semuanya sudah jelas beri applause buat kelompok pertama -The Cell-”, kata pak Slamet diiringi tepuk tangan dari siswa.
“Berikutnya kelompok kedua -The Green Peace-. Fajar Ridho Illahi, Arman Jose Septianus dan Mellisa Fujioka.” Pak Slamet mempersilahkan.
“SIAP PAK!”, Jawab Ajo penuh semangat.
Beranjaklah mereka masing-masing menuju bangku yang tersedia di depan kelas. Idho siap dengan mengutak-atik notebooknya, Ajo membagikan materi cetak yang sudah diperbanyak dan Icha mulai menyapa teman-temannya.
“Selamat Pagi temen-temen? GANBATTE KUDASAI!”, sapa Icha memberi semangat.
“Pagi ini kelompok kami berkesempatan untuk membahas topik tentang pencemaran.”, imbuh Icha.
*****
Waktu istirahat.
“Asik lu men, gak abis pikir gue. Dari mana lu dapet tuh movie?”, selidik Ajo.
“Bisa-bisanya sih Dho’ kamu ganti konsep. Perasaan kemaren siang kita masih bahas konsep yang sama. SUMPAH....gue!”, protes Icha agak nyolot.
Belum genap Icha’ ngomong, Idho langsung nyamber. “Sori-sori, aku nggak ada maksud. Lagian foto jepretan kamu kan masih dipake. Sori...sori banget deh Cha’, aku beneran nggak ada maksud.” Iba Idho feeling guilty.
“Apaan sih Dho’. Kita malah thanx buerat ma kamu. Nggak liat apa tadi, smua anak jadi konsen abiz, pas kita presentasi. Padahal waktu the cell tampil, anak-anak tu nggak semuanya mantengin.”, terang Icha.
“Trus maksud sumpah..sumpah tadi?”, Ido nggak ngerti.
“Makanya jangan asal motong pembicaraan deh. Belum selesai ngomong, juga. Maksud aku, sumpah nggak salah aku satu grup ma kamu.”, jelas Icha.
“By the way, ke kantin yuk. Aku traktir deh, tanda kesuksesan kita nih. Setuju?”, ajak Icha.
“Banget....!”, Idho dan Ajo menjawab serempak.
“Masih penasaran nih, tu movie dari mana bro?”, tanya Ajo belum puas.
“Pinjem tugas akhir sepupu aku. Kemaren sore dia maen kerumah, tau mo pinjem apaan ke ayah. Kita ngobrol-ngobrol terus gak sengaja bahas masalah pencemaran. Kebeneran banget dia bikin movie bertema sama. Aku ambil dah.”
“Boleh?”, Ajo nggak percaya.
“Dia nggak keberatan koq. Tugas akhirnya sih udah publish kemana-mana. Dia kan aktif juga di LSM lingkungan. Jadi, ga papa katanya sekalian untuk pembelajaran.”, jawab Idho enteng.
“Asyik banget sepupu lu men.”
“Siapa dulu dong, FAJAR RIDHO ILLAHI”, aku Idho bangga. 
“Percaya deh.”, Icha mengiyakan.
“Eh... buruan dong, keburu ngantri kaleeee.”, seru Icha menggandeng mereka berdua.
“Siap Bos!!!”, Ajo bersemangat.
Dalam perjalanan menuju kantin Icha bertanya-tanya dalam hati. Tak menemukan jawaban pasti, akhirnya ia nanya juga, “Dho’, by the way, tumben banget sih kamu telat? Nggak Idho banget!!!”
“Apa iya?”, Idho mengerutkan dahinya mengejek Icha.
“Jangan-jangan kamu kesiangan karena lembur bikin tugas tadi?”, tanya Icha lanjut.
“Nggak juga. Si black aja yang mogok.”. Padahal emang iya, Idho kesiangan gara-gara lembur bikin tuh tugas se-perfect mungkin. Bayangin aja, editan baru selesai jam 4 pagi. Maunya rebahan sebentar sambil nyalain alarm. Berharap bangun jam 5 tapi low bat.
*****
Diposting oleh Have Fun
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger template by blog forum
PERCOBAAN bOY